Beranda | Artikel
Hukum Shaf Laki-laki Sejajar atau di Belakang Shaf Wanita
Selasa, 6 Juni 2023

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya jika dalam shalat berjama’ah, ada makmum laki-laki yang posisinya di belakang makmum perempuan atau makmum perempuan posisinya bersebelahan dengan makmum laki-laki. Apakah shalatnya sah?

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in,

Dalam shalat berjama’ah, jika jama’ah terdiri dari laki-laki dan wanita, maka aturan terkait posisinya perlu dirinci. Rinciannya sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi rahimahullah,

قال أصحابنا : إذا أمَّ الرجل بامرأته أو محرم له , وخلا بها : جاز بلا كراهة ; لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة . وإن أمَّ بأجنبية ، وخلا بها : حرم ذلك عليه وعليها , للأحاديث الصحيحة التي سأذكرها إن شاء الله تعالى . وإن أمَّ بأجنبيات وخلا بهن : فقطع الجمهور بالجواز

“Para ulama madzhab kami berkata, jika seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan hanya berdua, hukumnya boleh tanpa kemakruhan. Karena lelaki boleh berduaan dengan mereka (istri dan mahram) di luar shalat. Adapun jika ia mengimami wanita yang bukan mahram, dan hanya berduaan, maka haram bagi si lelaki dan haram bagi si wanita. Karena hadits-hadits shahih yang akan saya sebutkan menunjukkan terlarangnya. Jika satu lelaki mengimami beberapa wanita dan mereka berkhalwat, maka jumhur ulama membolehkannya” (Al-Majmu’, 4/173).

Adapun posisi wanita jika bermakmum pada lelaki, baik wanitanya hanya seorang diri ataupun banyak, maka posisinya adalah di belakang imam. Berdasarkan keumuman hadits Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata:

صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا

“Aku shalat bersama seorang anak yatim di rumah kami di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ibuku Ummu Sulaim di belakang kami” (HR. Bukhari no.727, Muslim no.658).

Demikian juga hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خيرُ صفوفِ الرجالِ أولُها . وشرُّها آخرُها . وخيرُ صفوفِ النساءِ آخرُها . وشرُّها أولُها

“Shaf-shaf yang terbaik bagi laki-laki adalah yang awal-awal, yang terburuk adalah yang terakhir. Sedangkan shaf-shaf yang terbaik bagi wanita adalah yang akhir-akhir, yang terburuk adalah yang pertama” (HR. Muslim no. 440).

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa posisi makmum wanita adalah di belakang makmum laki-laki.

Adapun jika shaf laki-laki dan shaf wanita sejajar, maka jumhur ulama mengatakan bahwa shalatnya sah. Dan dianjurkan untuk mengusahakan adanya pemisah antara shaf laki-laki dan shaf wanita. An-Nawawi mengatakan:

إذا صلى الرجل وبجنبه امرأة لم تبطل صلاته ولا صلاتها سواء كان إماما أو مأموما ، هذا مذهبنا وبه قال مالك والأكثرون

“Jika laki-laki shalat dan di sampingnya ada wanita maka tidak batal shalatnya sang laki-laki dan tidak batal shalatnya sang wanita. Baik laki-laki tersebut imam ataupun makmum. Ini adalah madzhab kami (Syafi’iyah) dan juga pendapat Imam Malik dan mayoritas ulama” (Al-Majmu’, 3/331)

Namun tentu saja yang demikian ini adalah posisi yang kurang utama serta menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hendaknya tidak dilakukan kecuali dalam kondisi darurat. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

المشروع أن يكون الرجال أمام النساء، وأن يكون النساء خلف الرجال في المساجد وأينما صلوا، يكون النساء خلف الرجال، هذا هو المشروع، وهذا هو الواجب، لكن لو دعت ضرورة في مثل أيام الحج مواسم الحج في المسجد النبوي وفي المسجد الحرام، قد يقعن النساء عن يمين المصلين، أو عن يسارهم، أو أمامهم، فلا يضر صلاة الرجال، صلاة الرجال صحيحة، ولو كان النساء أمامهم أو عن يمينهم أو عن شمائلهم لا يضره ذلك، أما السنة والمشروع والواجب أن يكن خلف المصلين، هذه السنة

“Yang disyariatkan adalah laki-laki di depan para wanita. Wanita berada di belakang shaf laki-laki di masjid manapun. Ini yang disyariatkan dan wajib diusahakan. Namun jika kondisinya darurat, seperti di musim haji, atau di masjid Nabawi, atau di Masjidil Haram, terkadang shaf wanita ada di sebelah kanan atau kiri shaf laki-laki, atau bahkan di depan shaf laki-laki. Maka ini tidak membahayakan para makmum laki-laki, shalat mereka sah. Jika wanita ada di depan mereka, atau di kanan mereka atau di kiri mereka, ini tidak membahayakan mereka. Namun yang sesuai sunnah, dan disyariatkan, dan wajib untuk diusahakan adalah shaf wanita di belakang shaf laki-laki. Ini yang sesuai sunnah” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi).

Demikian juga untuk kasus shaf laki-laki yang berada di belakang shaf wanita. Shalat mereka sah namun ini kurang utama dan tidak sesuai sunnah. Sebagaimana penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz di atas. Demikian juga penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:

إذا صلى الرجال خلف النساء فإن أهل العلم يقولون لا بأس، لكن هذا خلاف السنة، لأن السنة أن تكون النساء خلف الرجال، إلا أنكم كما تشاهدون في المسجد الحرام يكون هناك زحام وضيق، فتأتي النساء وتصف، ويأتي رجال بعدهن فيصفون وراءهن، ولكن ينبغي للإنسان أن يتحرز عن هذا بقدر ما يستطيع، لأنه ربما يحصل من ذلك فتنة للرجال، فليتجنب الإنسان الصلاة خلف النساء، وإن كان هذا جائزاً حسب ما قرره الفقهاء، لكننا نقول: ينبغي للإنسان أن يتجنب هذا بقدرالمستطاع

“Jika laki-laki shalat di belakang wanita, maka para ulama mengatakan: ini tidak mengapa. Namun ini menyelisihi sunnah. Karena yang sesuai sunnah adalah shaf wanita di belakang shaf laki-laki. Kecuali apa yang Anda lihat di Masjidil Haram. Di sana penuh sesak dan sempit. Sehingga datang para wanita kemudian mereka membuat shaf. Lalu setelah itu datang para laki-laki dan membuat shaf juga di belakang wanita. Namun hendaknya seseorang berusaha menjauhkan diri dari keadaan seperti ini semaksimal kemampuannya. Karena terkadang kondisi demikian menimbulkan fitnah (godaan) bagi seorang lelaki. Maka hendaknya ia menghindarkan diri untuk shalat di belakang wanita. Walaupun memang dibolehkan oleh para ulama, namun kita katakan: Hendaknya seseorang menghindarkan diri dari kondisi demikian sebisa mungkin.” (Majmu’ Fatawa war Rasail Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, jilid 13).

Kesimpulannya, yang sesuai tuntunan Nabi adalah bahwa posisi shaf perempuan ada di belakang shaf laki-laki. Namun jika dalam kondisi darurat boleh ada shaf laki-laki yang sejajar dengan shaf perempuan atau di belakang shaf perempuan. Namun jika tidak dalam kondisi darurat, ini perbuatan yang menyelisihi sunnah. Walaupun demikian, status shalatnya tetap sah. 

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa sallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wal ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/42190-hukum-shaf-laki-laki-sejajar-atau-di-belakang-shaf-wanita.html